27 Mei 2011

Rekontruksi Pendidikan Kewarganegaraan

REKONSTRUKSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
MEMBANGUN
MASYARAKAT SIPIL DAN BUDAYA POLITIK WARGA NEGARA
Rangkuman

Pendahuluan mengenai buku
Pembahasaan mengenai rangkuman rekonstruksi pendidikan kewarganegaraan dalam membangun masyarakat sipil dan budaya politik warga negara, adalah karya pemikiran yang akan membangun wawasan kami dan cara berpikir aktif, peran dan pemahaman, demi mencapai perbaikan generasi terutama bagi kalangan mahasiswa.

Perbaikan dan pemeliharaan cara pandang peran dalam dunia berdemokrasi, merupakan wujudan keterlibatan bagi mahasiswa dimana baik dalam bidang ekonomi, politik, hukum, budaya, maupun sosial sehingga kelak memberi ide gagasan baru dan keadilan bagi masyarakat, sebagai fasilator penggerak aspirasi dalam memperjuangkan pelaksanaan sistem demokrasi sekarang maupun yang akan datang.
Demokrasi itu adalah hal penting dalam pemerintahaan yang melibatkan warga negara setiap berbagai keputusan politik, pembangunan politik sehingga kelembagaannya. Sebagai warga negara merupakan kewajibannya dalam keterlibatan terhadap pemerintah dalam bentuk dari aspirasi. Sebagai warga negara yang demokrasi, secara langsung keterlibatannya dari pandangan bayerbagai persoalan yang menyangkut pemerintah dan negara baik melalui organisasi, non pemerintah maupun budaya politik yang tidak searah dari pemikiran dari masyarakat baik dari segi pendidikan maupun non pendidikan.
Dengan adanya harapan demokrasi sekarang, warga negara berhak untuk memiliki orientasi terhadap pemeritahannya, warga negara boleh bersuara terhadap ketidakadilan pemerintahaannya maupun warga negara diberikan keterbukaan dan keluasan dari aspirasi yang akan dicapai dari kehendak.
Pada zaman reformasi sekarang ini diharapkan sebagai warga negara yang memiliki hak berdemokrasi bisa berpikir, mengarahkan dan membawa perubahan indonesia dalam pengambilan keputusan baik itu politik, maupun keterlibatan masyarakat dalam berpikir dan berpendapat yang membawa dampak positif bagi harapan bangsa yang tercapai dari cita-cita harapan reformasi yang dilakukan oleh pejuang-pejuang bangsa.
Pada masa orde reformasi ini warga negara indonesia mulai belajar berdemokrasi walaupun tidak sepenuhnya terselenggara, tetapi pada masa orde reformasi ini ada banyak hal yang berubah, keterlibatan warga negara terhadap negarannya meningkat seiring semakin terbukanya pemerintah terhadap warga negaranya.
Bentuk partisipasi membutuhkan efektivitas pendidikan kewarganegaraan yang bisa berjalan secara luwes dan luas sesuai dengan tuntutan zaman yang kesemuanya itu bergantung pada:
- Keterpaduan
- Tingkat perkembangan politik negara
- Lamanya negara itu merdeka
- Sejauh mana perpecahan secara etnik atau keagamaan pada masyarakat dan pemerintah tersebut
Secara ringkas pendidikan kewarganegaraan memberikan suatu rekonstruksi pemikiran terhadap mahasiswa agar mampu memiliki peran menopang dan saling mengkokohkan serta memberikan kekuatan pada pembentukan masyarakat sipil dan budaya politik. Jadi bagi masyarakat sipil yang terkait dengan maupun terpisah dari masyarakat politik. Meliputi lembaga-lembaga sipil yang ttidak langsung terlibat dalam urusan pemerintah atau dalam manajemen politik secara terbuka.
1. Pendidikan kerwarganegaraan
Pendidikan menurut M. noor syam dimaknai secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kpribadiaannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan. Dan beberapa menurut pakar mengatakan, pendidikan itu dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan yang tampak beriteraksi satu dengan yang lainnya yakni sebagai berikut:
- Tujuan dan prioritas, (yaitu merupakan informasi tentang apa yang hendak dicapai oleh sistem pendidikan serta urutan pelaksananya).
- Pelajar atau peserta didik, (merupakan dari belajar, sehingga mengalami proses perubahan kualitas tingkah laku seperti diharapkan oleh sistem dan tujuan pendidikan).
- Manajemen, bersumber pada sistem nilai atau budaya dan cita-cita, (merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan memberi penilaian atau melakukan pengawasan terhadap sistem pendidikan).
- Sruktur dan jadwal waktu, (mengatur pembagian waktu dan arus kegiatan yang terprogram dengan baik).
- Isi bahan belajar, (mengarahkan belajar dan mempolakan kegiatan-kegiatan dalam proses pendidikan).
- Guru dan pelaksana, (membantu terciptanya kesempatan belajar dan memperlancar pendidikan proses pendidikan menunjang tercapainya sistem pendidikan).
- Alat bantu belajar, (proses pendidikan belajar yang lebih lengkap, menarik, bervariasi dan menyenagkan).
- Fasilitas, (menyediakan tempat berlangsungnya proses pendidikan).
- Teknologi, (memperlancar, memperkaya dan meningkatkan hasil guna proses pendidikan).
- Pengawasan mutu, (membina peraturan pendidikan dengan standar pendidikan).
- Penelitian, (pengetahuan mengenai fakta-fakta untuk memperbaiki proses pendidikan).
- Ongkos pendidikan, (memperlancar pendidikan serta menjadi petunjuk tentang tingkat efektivitas dan efesiensi penyelenggara sistem pendidikan).
Ada pun makna pendidikan dari kewarganegaraan adalah merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu yang dengannya membawa hak untuk berpatisipasi dalam kegiatan politik baik dalam kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan hukum.
Menurut Bryan S. Tuner 1993 kewarganegaraan (sitezenship) dapat didefinisikan sebagai yang mengatur praktek (yuridis, poitik, ekonomi dan budaya) yang mendefinisikan seorang sebagai anggota masyarakat yang kompoten dan sebagai konsekuensi bentuk sumber daya untuk orang-orang dan kelompok sosial. Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan merupakan bagian dari pendidikan politik atau seperti pendapat Amy Gugtmann (2007) yang menjelaskan pendidikan kewarganegaraan itu merupakan pendidikan sebagai pemelihara kebajikan, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk partipasi politik (Stanford Encyclopedia of philosophy). Yakni bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan komponen penting dari pendidikan yang memupuk warga negara untuk berpatisipasi dalam kehidupan publik indonesia demokrasi, untuk menggunakan hak mereka dan untuk melaksanakan tanggung jawab mereka dengan pengetahuaan yang diperlukan dan keterampilan.
Pada zaman Athena klasik pendidkan kewarganegaraan yang efektif biasanya, berkoordinasi dan mengintegrasikan dirinya dengan pengaturan lembaga formal dan informal. Lain halnya dengan Jerome Bruner yang mengusulkan bahwa beberapa kelas belajar pada dasarnya menunjukan untuk menciptakan siswa yang memiliki rencana terhadap isu-isu aksi politik dan sosial yang signifikan seperti kemiskinan atau ras. Jadi argumen untuk aktivitas pendidikan kewarganegaraan adalah bahwa ia memenuhi kriteria orang yang baik dan warga negara yang baik.
Aristoteles dalame bukunya “politik” bahwa kebebasan dan kesetaraan seperti yang dipikirkan oleh beberapa orang diutamakan agar dapat ditemukan dalam demokrasi, maka akan tercapai ketika semua orang saling berbagi dalam pemerintahan secara maksimal. Dalam rakyat demokratis kemungkinan adanya pengaruh perubahan sosial sangatlah kuat karenanya warga negara diharapkan memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemauan sebagai karakter warga negara.
Margaret Stimmann Branson (1998) mengukapkan, komponen pendidikan kewarganegaraan pada Center Of Civic Education Amerika mengidenfikasinya menjadi tiga yaitu; pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan dan diposisi kewarganegaraan. Dalam kewarganegaraan demokrasi konstitusional warga negara bisa dikatagorikan sebagai berikut,
- Hak pribadi
- Hak politik
- Hak ekonomi
Ada pula tentang hak pribadi maupun intruksi formal meliputi berapa hal,
- Tanggung jawab personal, berupa mengurus diri sendiri, mendukung kelurga, merawat, mengasuh dan mendidik anak –anak sendiri.
- Tanggung jawab sipil, berarti mematuhi hukum, mendapat informasi, dan penuah perhatian terhadap isu-isu publik baik masalah budaya maupun hukum pemerintahan.
2. Masyarakat sipil
Masyarakat sipil adalah konsep atau tradisi yang berasal dari Barat mengenai berbagai konteks filsafat sosial dan demokrasi.
Hubungan masyarakat sipil dengan demokrasi menunjukan adanya perbedaan secara konsepsi terhadap defenisi-defenisi seperti demokrasi, hak kebebasan dan kebebasan dalam berteloran. Masyarakat sipil kemudian dipahami sebagai kolektifitas organisasi non pemerintah, kelompok yang berkepentingan dan asosiasi masyarakat. Dalam dunia timur masyarakat sipil sering dipahami sebagai suatu keberadaan atau hubungan subordinasi atau alat yang dapat memperoleh keberadaan eksistensi sosial warga negara dalam mobilitas dan menompang keseimbangan antara masyarakat dan negara walaupun ada sedikit perbedaan dengan pandangan barat yang melahirkan konsep ini.
Konsep perkembangan masyarakat sipil menurut Adam Seligiman, bahwa digunakan untuk slogan politik, yakni sebagai slogan gerakan dan partai yang bermacam-macam. Sementara itu di Barat dengan dalih untuk perwujudan istilah tersebut, kelompok atau perorangan dapat dengan leluasa mengkritik kebijakan pemerintahannya.
Masyarakat sipil adalah kondisi yang secara historis dikembangkan dari hak-hak induvidu, kebebasan dan perserikatan sukarela, dimana kompetisi satu sama lain secara politis tidak terganggu dalam rangka memperoleh perhatian, kepentingan, pilihan dan tujuan pribadinya secara berurutan dan telah dijamin oleh lembaga publik yang disebut dengan pemerintah.
Masyarakat sipil merupakan sektor tindakan sukarela dalam bentuk kelembagaan yang berbeda dari orang-orang, berorientasi pada kepentingan aktor non negara dan asosiasi yang tidak murni dan diharapkan agar kelak bisa berorientasi dan berinteraksi erat dengan negara dan ranah politik.
Dari berbagai hal tinjauan litertur masyarakat sipil memiliki peran penting yang sangat beragam, kompleks dan diatas segalanya dan melihat bahwa masyarakat sipil sebagai solusi untuk sosial, ekonomi dan masalah politik.
3. Budaya politik
Budaya politik pada dasarnya berfokus pada psikologi, dan menurut Walter A. Rasembaum bahwa, budaya politik dapat didefenisikan dengan dua cara, bergantung pada tingkat mana kita ingin mempelajari kehidupan politik tersebut, atau hanya mengkhususkan pada induvidunya saja.
Komponem-komponem pokok pada orientasi politik dan menyangkut berapa hal sebagai berukut:
- Orientations toward govermental structures
Yaitu penyelidikan yang lebih terperinci dengan berbagai orientasi yang ditunjukan kepada institusi dan kantor-kantor tertentu.
- Orientations toward one’s own political activity
Unit-unit politik atau negara bagian seperti, propinsi, kota, dll. Area geografis dan golongan-golongan dimana seorang merasa dirinya darimana ia berasal, yang dalam sebagian pandangan subjektif merupakan bagian dari identitas sosial dirinya, dalam hal tertentu. Sebagai individu yang mengekspresikan kehidupan baik dalam politik maupun sebagai masyarakat harus menjiwai aksi semangat, keyakinan bahwa perubahan politik merupakan sesuatu yang dapat terjadi dan seseorang dapat mewujudkannya melalui aksi-aksi sipil dan aksi lembaga lainnya.
Definisi operasional dari orientasi-orientasi pada budaya politik dapat mencakupi beberapa hal:
- Political indentification
Merupakan aspek himpunan besar dari status kekeluargaan, unit-unit golongan politik, baik secara keterlibatannya tidak atau sering dilibatkan.
- Political trust
Kesedian untuk bergabung dengan bermacam-macam golongan dalam berbagai tipe kegiatan sosial, golongan maupun kelompok dan dilakukan penilaian oleh kelompok dan golongan tersebut.
- Regime orientations
Keterlibatan secara aktifitase politik mendukung atau mengoposisi rezim, percaya pada legimitasi rezim dan sikap evaluasi pada lembaga atau kantor-kantor politik yang utama dan simbol-simbol rezim.
- Rules of game
Mengenai opini-opini politik yang harus diungkapkan, bagaimana keputusan politik yang harus dibuat oleh pemerintah dan deviasi perbedaan pendapat dalam politik.
- Political efffcacy
Kepercayaan bahwa pemerintah responsif terhadap opini seseorang, perubahan politik pentingnya kekreatifan dan partisipasi sipil.
- Political competence
Pengetahuan mengenai even-even politik dan pengaruhnya terhadap seseorang dan ketertarikan dalam urusan politik.
- Input-output orientations
Kepercayaan akan efektifitas input-input dan output-output politik, mengetahui bagaimana tuntutan-tuntutan politik muncul atas pemerintah dan kepuasaan akan kebijakan pemerintah.
Dalam konsep budaya politik mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranaan warga negara yang ada dalam sistem itu (Almond dan Verba). Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka didalam sistem politik.
Almond juga mengklafikasikan budaya politik sebagai berikut:
- Budaya politik parokial (parochial political cultul) yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah.
- Budaya politik kaula (subyek political culture) yaitu masyarakat yang relatif maju.
- Budaya politik partisipan (participant political culture) yaitu kesadaran akan tingkatan politik yang sangat maju.
4. Rekonstruksi pendidikan kewarganegaraan membangun masyarakat sipil dan budaya politik warga negara
Rekonstruksi yaitu membangun ulang pemikiran tentang pendidikan kewarganegaraan sebagai agen politik masyarakat. Meskipun kewarganegaraan sebagai agen politik budaya yang bertolak pada masyarakat sipil dan ruang lingkup institusi pendidikan.
Sebagai agen masyarakat disini dimaksud agar bisa mengembangkan nilai-nilai seperti toleransi dan kerjasama, keterampilan serta keterlibatan dalam persiapan mereka untuk menilai dan mengakui keberadaan kekuasaan negara dan pemerintahannya yang dibutuhkan untuk menjalani kehidupan demokratis.
Pemahaman tentang masyarakat sipil sebagai bagian dari wahana peran masyarakat dalam membentuk budaya demokrasi, untuk meningkatkan orientasi warga negara terhadap pemerintahannya dalam rangka menuju pemerintahan yang sehat, bersih, baik dan konteks pendidikan masyarakat yang madani. Sebagai dasar pikiran relevansi pembelajaran terletak pada situasi pada saat ini tentang demokrasi masyarakat sipil dan budaya politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar